Arsip untuk Februari 19, 2011

HAJI MISBACH

Posted: Februari 19, 2011 in Filsafat

Achmad alias Darmodiprono alias
Haji Mohammad Misbach.
Di susun Oleh: Gunawan
Disampaikan dalam diskusi dikampus IAIN Sukijo, Rabu, 21 November 2001, diselenggarakan oleh Lingkar Studi Pembebasan Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi IAIN Sukijo. Ini tulisan berasal dari Makalah Tugas Matakuliah Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2001

“Bahwa Islam sebagai ajaran yang mulia yang mencintai perdamaian dunia.
Perdamaian ini hanya mungkin ditegakan dengan membasmi
kedustaan, kejahatan, penghisapan dan penindasan.
Cara yang ditempuh hanya satu,
Revolusi” (H. M. Misbach)
BAGIAN I
Membongkar Kembali Sejarah
MENDIANG Bung Karno pernah berujar: “Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”.
Mengapa kita membaca dan belajar pada sejarah, karena kalau tiada makna buat apa menghabiskan waktu untuknya. Paling tidak, dalam pengertian yang minimal, kita sedang tidak ingin mengulang kegagalan dan belajar pada keberhasilan untuk sebuah kemajuan, maka untuk itu kita belajar pada sejarah. Dengan sejarahlah pula, para pemikir, seperti Marx, Gramsci, Tan Malaka, hingga Manifesto kaum pergerakan selalu menampilkan kenyataan sejarah. Tuhanpun dalam kitab suci coba mengajari manusia dengan sejarah. Berbicara atas sejarah, bukannya kita sedang menghapalkan nama dan tanggal peristiwa dan itu selalu yang dianggap penting, oleh siapa, dan mengapa semua menganggapnya penting adalah kenyataan tentang pertanyaan pada pelajaran sejarah. Ketika History adalah His Story para penguasa untuk mengkukuhkan status dominan mereka via manipulasi sejarah dan praktek pembodohan. TUGAS REVOLUSIONER KITA ADALAH MEREBUT ALAT PRODUKSI PENGETAHUAN .
Perebutan alat produksi pengetahuan dalam rangka membangun kritisisme dan emansipasi massa adalah dengan cara menciptakan intelektual dan ilmu pengetahuan yang berpihak kepada rakyat serta kemampuan membuka media propaganda bagi rakyat. Dalam pengertian sejarah, menarik sekali ucapan dari Dom Helder Camara: “Ketika Aku Memberi Makan Orang Lapar, Aku Disebut Orang Suci. Namun, Ketika Aku Bertanya Mengapa Orang Itu Lapar, Aku Disebut Komunis”. Ini menunjukan bagaimana kritisisme massa dipukul dengan stigmatisasi yang legitimasinya bersandar pada pemalsuan sejarah. Maka merebut alat produksi pengetahuan juga berarti pembongkaran sejarah yang dijadikan legitimasi bagi penolakan atas kritisime massa dan kebijakan-kebijakan populis.
Sejarah pergerakan, adalah dimana kita memperhatikan perkembangan masyarakat secara dialektis, sehingga kita dapat melihat ruh dan aliran darah dari pergerakan. Dalam konteks Hindia Timur, pemerintahan Kolonial telah menyediakan Buitenzorg untuk mengamati dan mencari rumusan penghancuran bagi kaum pergerakan. Rumah Kaca , yang dimaksudkan Pramoedya Ananta Toer adalah maksud dari itu. Produk rumah kaca adalah sejarah pergerakan yang dilihat dari permukaan yang kemudian banyak dijadikan referensi yang melahirkan apa yang oleh Takashi Shiraishi di sebut sebagai historiografi ortodoks atau historiografi cangkokan yang melihat pergerakan dalam aliran Nasionalisme, Komunisme dan Islamisme.
Takashi Shiraishi menjelaskan , Misbachlah yang mengingatkan kita akan kesalahan klasifikasi nasionalisme, Islam, Komunisme itu dan memperingatkan kita akan pandangan nasionalis yang serampangan itu. Jika kita membuang klasifikasi dan pengamatan serampangan itu serta menghindarkan diri dari pandangan teleologis, maka pergerakan di perempat abad 19 akan muncul kembali dalam bentuknya sendiri yang khas. Di zaman pergerakan, pemimpin pergerakan berpikir, menulis, dan berkata serta bertindak sebagai orang pertama. Dicerahkan oleh kata-kata dan perbuatan mereka, rakyat melihat dunia dan bergerak. Akhirnya kita pun sekarang masih dapat melihat dunia mereka dengan mengikuti kata dan perbuatan mereka yang tergores dalam tulisan-tulisan yang mereka tinggalkan.
BAGIAN II
Haji Revolusioner
MISBACH, lahir di Kauman Surakarta pada tahun 1876. Sewaktu kanak-kanak ia di panggil Achmad, sewaktu menikah memakai nama Darmodiprono dan setelah kepulangannya dari Mekkah memakai nama Haji Mohammad Misbach.
Ketika Sarekat Islam (SI) didirikan di Surakarta pada tahun 1912, ia menjadi anggota namun tidak begitu aktif. Keaktifannya di pergerakan berlangsung setelah ia bergabung dengan Indlandsche Jounalism Bond (IJB) yang didirikan oleh Mas Marco Kartodikromo.

Dalam artikelnya yang berjudul “Korban Pergerakan Rajat: H. M. Misbach”, dalam Hidoep, September 1924 halaman 6, Marco menggambarkan :
Waktoe kami mengeloearkan soerat kabar minggoean Doenia Bergerak di Solo (1914), jalah officieel orgaan dari Inlandsche Journalisten Bond, kami kenal dengan H. M. Misbach, kerna dia anggota dan lengganan dari persarekatan dan Soerat kabar terseboet. Pada waktoe itoe dia seorang seorang Islam jang berniat menjiarken keislamanan setjara djaman sekarang; membikin soerat kabar Islam; sekolahan Islam; berkoempoel-koempoel meremboek Igama Islam dan hidoep bersama.
Dalem tahoen 1915 H. M. Misbach menerbitken soerat kabar boelanan Medan Moeslimin, nomer satoe tahoen pertama soerat kabar itu tertanggal 15 Januari 1915. Pada saat itoelah langkah jang permoelaan H. M. Misbach masoek kedalem pergerakan dan memegangi bendera Islam. Di mana-mana tempat dia membikin propaganda Islam dan soeka beramah-ramahan kepada semoea orang.

Di pemandangan Misbach, tidak ada beda diantara seorang pentjoeri biasa dengen seorang jang dikata berpangkat, begitoe joega diantara rebana dan klenengan, diantara bok haji yang bertoetoep moeka dan orang perampoean jang mendjadi koepoe malem; diantara orang-orang jang bersorban tjara arab dan berkain kepala tjara Djawa. Dari sebab itoe dia gemar memakai kain kepala dari pada memakai petjis Toerki ataoe bersorban seperti pakaian kebanjakan orang jang di seboet “Haji”. Tempo-tempo kalau perlu Misbach berkeroemoen-keroemoen dengen anak-anak moeda sama mendengerken klenengan jang disertai soeranja tandak nembang jang amat merdoe. Boeat memberi toentoenan gending Misbach beloem loepa. Dalem kalanganja anak-anak moeda, dia mendjadi temennya melantjong, begitoe djoega didalem kalanganja wajang orang dia lebih dihormati dari pada directeurnja. Dari sebab itoe dimana-mana golongan rajat Misbach mempoenyai kawan oentoek melakoekan pergerakanja. Tetapi didalem kalanganja orang-orang jang mengakoe Islam dan lebih mementingkan mengoempoelkan harta benda dari pada menoelong kesoesahan rajat, Misbach seperti Harimau didalem kalanganja binatang-binatang ketjil, kerna dia tidak takoet lagi menjela kelakoeanja orang-orang jang mengakoe Islam tetapi selaloe tetapi selaloe mengisep darah temen hidoep bersama.
Di tahun 1915, Misbah menerbitkan Islam Bergerak, mendirikan hotel Islam, toko buku Islam, dan sekolah agama modern. Di tahun 1918, dengan semakin meluasnya kampanye H. O. S. Tjokroaminoto untuk anti Martodharsono dan anti Djawi Hiswari karena dianggap menghina Nabi Muhammad ataupun Islam, Misbach kemudian mendirikan Sub Comite Tentera Kandjeng Nabi Mohammad. (TKNM). TKNM di dirikan pada medio Februari di Surabaya, diketuai oleh Tjokroaminoto untuk mempertahankan kehormatan Islam, Nabi dan kaum Muslimin Di pertengahan 1918, muncul sebuah kekecewaan terhadap TKNM yang terungkap dalam tulisan-tulisan di Medan Moeslimin dan Islam Bergerak
Ini terjadi tidak berapa lama setelah Tjokroaminoto diam-diam menghentikan kampanye anti- Martodharsono dan anti-Djawi Hiswara-nya dan setelah Tjokroaminoto bertikai dengan Haji Hasan bin Semit, sehubungan dengan uang TKNM, yang berakibat keluarnya Haji Hasan bin Semit dari TKNM dan CSI .
Kemudian Misbach merebut kursi ketua Sub Comite TKNM Surakarta dari Hisamzaijni, mendirikan SATV (Sidik Amanat Tableg Vatonah) dan menulis artikel pertamanya dalam Medan Moeslimin yang berjudul Sroean Kita. Ada dua komponen yang dijelaskan Misbach disana dalam menjelaskan Al-Qur`an surat 49, Al Hujurat (kamar-kamar) ayat 15, : “Sesungguhnya orang-orang yang sebenarnya beriman, ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, lalu dia tidak pernah ragu-ragu. Dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Itulah orang-orang yang benar” .
Pertama, ia mengubah gambaran umum tentang siapa penganut Islam sebenarnya menjadi suatu kalimat perintah tentang apa yang harus dilakukan oleh penganut Islam sebenarnya. Perhatikan arti dari kalimat “pemeluk yang sesungguhnya adalah mereka yang berjuang demi Allah dengan harta dan dirinya” sudah diubah menjadi “membantoekan harta bendanja dan dirinja, oentoek berdjalan kapada Toehan Alloh.” Perubahan ini memberikan pembenaran moral dan peluang untuk menekankan pentingnya perbuatan, usaha untuk “menggerakkan Islam”. Kedua, penjelasan Misbach itu merupakan hasil interprestasi atas ayat Alquran dan kemudian ditempatkan artinya dalam konteks “kita, muslim” di Hindia. Dengan ini ia menganalisis situasi Islam di Hindia dalam kerangka sosiologis. Secara skematis logika analisisnya begini: pemerintah itu netral dalam soal agama, tetapi melindungi kapitalis Belanda; kapitalis belanda membantu misionaris Kristen; dan misionaris Kristen berlaku curang pada kaum muslim dan merusak, sehingga muslim tetap lemah. Oleh karena itu, kapitalis Belanda dengan gampang dapat menghisap kaum muslim, bumiputra di Hindia, dan pemerintah terus melestarikan peradilan penguasa. Bagi Misbach, bertindak sesuai dengan ajaran Islam berarti berperang melawan misionaris Kristen, kapitalis Belanda, dan pemerintah. Mengaku setia, namun belum dapat bertingkah laku sesuai dengan ajaran Islam berarti berkhianat, namun baginya juga salah jika berperang melawan aktivitas misonaris Kristen tanpa melawan kapitalis dan Belanda . Misbach mengatakan : “Siapa jang merampas agama Islam, itoelah jang wadjib kita BINASAKEN”.

Maret 1918, Misbach bergabung pada organisasi Insulinde afdeling Surakarta,di pusat-pusatnya, seperti Jakarta dan Bandung, organisasi ini dipegang oleh orang-orang Indo.Dengan Insulinde, Misbach mampu melakukan mobilisasi petani yang besar, yang berdampak pada radikalisme petani diluar kendali para pengurus Insulinde.
Misbach cukup berhasil memasukan orang-orang radikal SI ke dalam Insulinde dan Misbach kemudian berhasil menduduki jabatan wakil ketua Insulinde afdeling Surakarta yang diketuai Ny. Vogel, istri Tjipto Mangoenkoesoemo.

Dalam konteks pergerakan Surakarta, Insulinde Surakarta adalah front persatuan kekuatan-kekuatan oposisi untuk melawan kekuasaan priyayi yang mengendalikan BO dan kekuasaan agama serta pedagang batik Lawean yang mengendalikan SI Surakarta .
Di akhir tahun 1918, Misbach mulai melakukan tur propaganda, yang cukup berhasil menaikan jumlah anggota Insulinde. Kurang dari setengah tahun anggotanya berkisar 10. 000 orang. Proganda-propaganda Misbachlah yang kemudian memicu pemogokan-pemogakan petani di perkebunan-perkebunan Tembakau di Nglungge dan Tegal Gondo. Dalam Islam Bergerak, 20 April, lewat sebuah karikatur, Misbach menggambarkan penghisapan atas petani yang dilakukan oleh Kapitalis dan menyerukan “Djangan Koeatir” kepada para petani, dan itu dicoba jelaskan dalam artikelnya pada Islam Bergerak, 10 Maret 1919
Mengapa Misbach berkata pada petani “Djangan Koeatir”? Apa yang ia maksud dengan “Djangan Koeatir” Di artikelnya “Orang bodo djoega machloek Toehan”, maka fikiran jang tinggi djoega bisa didalam otaknja”, ia secara luas menjelaskan gagasan tentang “Djangan Koeatir”.

Didalam artikel itu, ia menegaskan bahwa “Regeering jang katanja melindoengi pada rajatnya, tetapi nampaklah pada kita, bahwa perkataan ini hanjalah OMONG KOSONG belaka, “dan bahwa “lebih tegas perlindoeangan pemerintah hanjalah pada kaum kapitalisme, sedang rajatnja paman tani atau si Kromo tinggal mendjadi koerbannja.”…bahwa pokok mereboet kemerdikaan kita itoe, misti roekoen lebih doeloe, tetapi dengan djalan bagaimanakah kita misti berboeat itoe?”. Satu-satunya cara untuk “mendjadikan roekoen”, kata Misbach adalah dengan “memegang wet jang misti terpake oleh sekalian manoesia diatas hidoepnja, “yaitu hukum manusia yang didasarkan pada perintah Tuhan, Alquran. Ia melanjutkan:
Akan tetapi toean-toean pembatja misti enget, sesoedahnja kita bersatoe pada keroekoenan kita, kita diwadjibkan oleh Toehan terseboet dalam QOER’AN demikian:
(tulisan arab)
ijoe chikkol chako wajoebtila’lbatila walau karihal moedjrimoen.
ARTINJA: Benerkanlah barang jang benar, kliroekanlah barang jang kliroe, kendati orang jang kliroe itoe membentji kepadamoe
Terangnja kita manoesia diwadjibkan mendjaga soepaja djangan ada orang teroes meneroes melakoekan perboeatan jang tidak benar, djika kita beriman tentoelah kita tidak sjak lagi mengindahkan firman Toehan itoe, maski kita dibentji oleh orang jang berboeat salah itoe, tetapi kita diwadjibkan membenarkan pola, dengan tidak memandeng bangsa, dan tidak memandeng pangkat besar atau ketjil, kendati radja-radja, atau pemerintah negri, dan Oelama-oelama of kijai-kijai, tidak perdoeli siapa djoega djika dia poenja perboeatan tidak dengan sebenarnja, kita wadjib membenarkan.
Akan tetapi memang soesah beoat ini waktoe kita melakoekan hal itoe, karena jang ini waktoe didoenia tanah Djawa hanjalah berisi TINDESAN jang ada pada kita, dan bagaimana djeritannja kaum jang tertindas, tetapi roepa-roepanja toch tidak di REWES, hanjalah kekoeatan jang disadjikan kepada kita, kekoeatan mana djika kita tidak maoe di LAKOE-LAKOEKAN, oedjoeng sendjatalah jang dihadepkan kepada kita. Djadi kalau begitoe Hindia dini waktoe sebagai hanja orang-orang dinegeri MAKAH tempo djaman poerbakala jang mana prikehidoepanja njelingkan tindesan jang ada padanja, disitoelah Toehan bersabda, kita ambil dalam bahasanja Melajoe sadja koerang lebih demikian : Mengapa kamoe smoea tidak maoe berperang sabilillah, dan tidak maoe menoeloeng orang-orang laki dan prempoean dan anak-anak jang sama apes (sengsara) jang sama moehoen pada Alloh demikian: Toehan hamba ! Moeda-moedahan Toehan mengloearkan hamba dari perdieman Makah sini jang sama beraniaja. Begitoe djoega Toehan moega memberi orang Moeqmin jang mengoewasai dan menoeloeng kepada hamba.
Nah ! sekarang nyatalah bahwa perintah Toehan kita orang diwadjibkan menoeloeng kapada barang siapa jang dapat tindesan, hingga mana kita berwadjib perang djoega djika tindesan itoe beloem dibrentikan .
Tulisan dan perilaku Misbch inilah yang kemudian membuat merah kuping pemerintahan Kolonial dan bagaikan kebakaran jenggot sehingga kemudian menangkap Misbach pada 7 Mei 1919.

Setelah dilepaskan dari penjara, Misbach terus aktif pada Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia (NIP-SH) yang merupakan bentuk baru dari Insulinde. Namun ketika ketika hendak melanjutkan tur propagandanya ke Kebumen, Misbach ditangkap kembali, dibebaskan dari penjara Pekalongan pada 22 Agustus 1922.
Maret 1923, Misbach telah aktif sebagai propagandis SI Merah. Juli 1924 Misbah ditangkap dan dibuang ke Manokwari, akhirnya 24 Mei 1926 Misbach meninggal dunia disana dimakamkan disamping kubur istrinya, kemudian anak-anak Misbach dikirim kembali pulang ke tanah Jawa.
Bagi kami kau tak hilang tanpa bekas, tidak
Hari ini tumbuh dari masamu
Tangan kami yang meneruskan
Kerja agung jauh hidupmu
Kami tancapkan kata mulia hidup penuh harapan
Suluh dinyalakan dalam malamu
Kami yang meneruskan kepada pelanjut angkatan (Henriette Rolland Hoslt)

BAGIAN III
Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia
PENULISAN ini hendak mencoba mengungkapkan latar belakang di terimanya ide-ide Marxis yang dinilai ateistik yang notabene kafir dan berasal dari dunia Barat “si penjajah” bisa di terima oleh beberapa pemimpin perjuangan pergerakan rakyat di Indonesia khususnya dalam tubuh Sarekat Islam
Penetrasi ide-ide Marxis di Indonesia dilakukan lewat ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeninging) yang didirikan oleh Henk Seneevliet pada Mei 1917, yang kemudian oleh para aktivisnya dikembangkan di Red Guardist di Surabaya maupun VSTP (Vereninging voor Spoor en Tramweg Personeel) di Semarang, dan akhirnya mampu mempengaruhi beberapa tokoh pergerakan Sarekat Islam, seperti Semaoen, H. Busro dan Darsono (Semarang), Alimin dan Musso (Jakarta), maupun H. Misbach dan Mas Marco Kartodikromo (Surakarta). Mereka inilah kelak ketika terjadi perpecahan di tubuh CSI (Centraal Sarekat Islam) akan tergabung dalam Sarekat Islam Merah/Sarekat Ra`jat (SR)-PKI.

Ide-ide Marxis itu kemudian semakin kuat dalam tubuh pergerakan rakyat dalam hal ini SI-SI lokal ketika kaum muda terpelajar seperti Semaoen-ketika itu berumur 19 tahun-merebut kursi ketua SI Locaal Semarang Segera saja Semaoen menggerakan SI Semarang “ke kiri” sehingga mampu mengubah basis massa SI Semarang dari kelas menengah menjadi buruh, petani dan kaum miskin kota. Tidak itu saja, karena kemudian SI Semarang mampu merebut hegemoni di SI-SI lokal lainya dari tangan HOS Tjokroaminoto, terutama sekali setelah perjuangan ekonomi dengan pemogokan serikat buruh berhasil dan terbukti mampu menggairahkan kembali pergerakan rakyat pada umumnya dan SI pada khususnya.
Radikalisasi atau proses perevolusioneran SI Semarang sangat ditentukan oleh kondisi masyarakat Jawa yang memang sangat menyedihkan. Kemisikinan, kelaparan, dan penyakit telah mengakibatkan banyak orang menderita dan banyak orang meninggal dunia, hal ini. mengakibatkan agitasi dan propaganda SI Semarang segera mendapat sambutan dari khalayak luas.
Sementara itu ketika penderitaan sangatlah menyedihkan, justru Volksraad hanyalah komedi politik dan pemerintah mendirikan Indie Weerbar dan Milisi Boemi Poetra, sebuah pasukan pribumi untuk mempertahankan Hindia Belanda dari serangan musuh dan hal ini ternyata didukung oleh elit CSI maupun BO.

Berbagai bentuk penindasan yang sangat luar biasa, meminjam istilah Tan Malaka , “tanah emas, surga buat kaum kapitalis, tetapi tanah keringat air mata maut, neraka bagi buat kaum proletar”, kemudian melahirkan berbagai pertanyaan tentang sumber dan solusinya.
Dari Sneevlietlah mereka belajar menggunakan analisa Marxistis untuk memahami realitas sosial yang dialami. Mereka berpendapat bahwa sebab dari kesengsaraan rakyat Indonesia adalah akibat dari struktur kemasyarakatan yang ada, yaitu struktur masyarakat jajahan yang diperas oleh Kapitalis .
Untuk itulah kemudian H. M. Misbach mengatakan, “..Kami sebagai orang Islam wadjiblah dari djaoeh memboeka topi boeat tanda memberi trimakasih kepada Karl Marx jang menjadi penoenjoek djalan, karenanja kami bisa mengetahoei rintangan agama yang terbesar” . Untuk itulah mengapa ia kemudian bergabung ke PKI, “Ketahoilah, saja saorang jang mengakoe setia pada Igama dan djoega masoek dalam lapang pergerakan komunist, dan saja mengakoe bahoea tambah terbukanja fikiran saja dilapang kebenaran atas perintah Agama Islam itoe, tidak lain jalah dari sesoedah saja mempeladjari ilmoe kommunisme, hingga sekarang saja berani mengatakan djoega, bahoea kaloetnja kasalamatan doenia ini, tidak lain hanja dari djahanam kapitalisme dan imperialisme jang berboedi boeas itoe sadja, boekanja kasalamatan dan kemerdekaan kita hidoep dalam doenia in sadja, hingga kepertjajaan kita hal Igama poen beroesak djoega olihnja .

Dalam konggres-konggres CSI, Semaoen semakin memperoleh dukungan dari SI-SI lokal lainnya meski mendapat hadangan dari grup Abdoel Moeis dan H. Agoes Salim.
Kemudian untuk memperkuat propaganda dan pendidikan, Semaoen menarik Mas Marco Kartodikromo untuk bergabung dalam surat kabar SI Semarang, serta meminta Tan Malaka untuk mendirikan sekolah-sekolah rakyat.
Meskipun ada pertentangan antara grup Semaoen dan Abdoel Moeis, toh kemudian melahirkan transformasi baru dalam tubuh SI, ketika dalam konggres, SI memutuskan untuk melawan Zondig Kapitalisme (Kapitalisme yang berdosa), hal ini menunjukan perubahan orientasi SI dari kelompok ronda (Rekso Roemekso, didirikan di Surakarta awal 1912) untuk mempersiapkan perkelahian dan pemboikotan terhadap Cina ,menjadi perjuangan yang lebih luas, pemerintahan sendiri dan perlawanan atas Kapitalisme.
Ditengah perseteruan dalam tubuh SI antara grup Semaoen dengan Abdoel Moeis dan Agoes Salim, didirikanlah PKI (Persarekatan Kommunist India/Partij der Komunisten in Indie) pada 23 Mei 1920 sebagai pengganti ISDV, dibawah pimpinan Semaoen.
Setelah kepulangannya dari negeri Belanda, Soewardi Soerjaningrat mempublikasikan terjemahan sebuah lagu berbahasa Peranacis, L `Internationale karya Eugene Pottier, lagu itu diberi Judul Internasionale, Bangoenlah, bangsa jang terhina!, Bangoenlah kamoe jang lapar! Kehendak jang moelia dalam doenia! Senantiasa tambah besar. Linjaplah adat fikiran toea! Hamba-ra`jat, sadar, sadar doenia telah berganti roepa, Nafsoelah soedah tersebar Bagi prang penghabisan. Koempoelah berlawan. Serikat Internasional akan kemanoesian….
Lagu tersebut juga diterjemahkan oleh partai komunis diberbagai dunia sebagai salah satu ciri keanggotaan mereka dalam organisasi komunis internasional, Komintern yang didirikan oleh mendiang Vladimir Illich Ulyanov Lenin.
Keikutsertaan kaum pergerakan rakyat Indonesia khususnya orang-orang kiri-komunis dalam kancah internasional, Komintern, diawali ketika ISDV menerima disiplin organ, syarat menjadi anggota Komintern, syarat itu diantaranya memakai nama partai komunis dan negara asal.
Informasi berasal dari sepucuk surat dari Haring, agen Komintern di Canton pada awal 1920, Haring adalah nama samaran Henk Sneevliet pendiri ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeninging) yang telah dipaksa keluar dari Hindia Belanda oleh pemerintahan kolonial dan hidupnya diakhiri oleh tembakan pasukan Nazi
Semaoen kemudian mengirimkan surat tembusan tersebut ke para anggota ISDV hingga melahirkan konggres istimewa ISDV, konggres berlangsung cukup panas. Dalam sidang 2 orang mengajukan keberatan dengan alasan, jika kita menerima perintah komintern, ini berarti kita berada dibawah orang Rusia. Semaoen mencoba menjelaskan bahwa Komintern bukan milik orang Rusia. Dan perubahan nama itu hanya sekedar disiplin partai. Akhirnya sidang menerima perubahan nama itu .
Dengan diperkenalkannya disiplin partai (Partijucht) ala Barat oleh Soewardi Soerjaningrat, yang menyatakan tidak boleh adanya keanggotaan ganda dalam sebuah partai, hal inilah yang digunakan Abdoel Moeis untuk menendang keluar kubu Komunis dalam rangka perbaikan citra Tjokroaminoto di mata para etisi pemerintahan Hindia Belanda
Maka pecahlah kemudian CSI, orang-orang PKI kemudian mendirikan SI Merah yang kemudian menjadi Sarekat Ra`jat (SR.). Tan Malaka yang kemudian naik menjadi pucuk pimpinan PKI berusaha mengakhiri konflik ini. Dalam memorinya, Dari Penjara ke Penjara, Tan Malaka menuliskan :
yang sekarang masih saya ingat, pidato saya yang terpenting dalam konggres PKI tadi (1921), adalah uraian tentang akibatnya perpecahan awak sama awak, antara kaum komunis dengan kaum muslim, berhubung dengan politiknya “pecah dan adu” imperialisme Belanda. Perpecahan kita di jaman lampau, yang diperkuda oleh politik devide et impera itu sudah menarik kita kelembah penjajahan. Kalau perbedaan Islamisme dan Komunisme kita perdalam dan lebih-lebihkan, maka kita memberi kesempatan penuh kepada musuh-musuh yang mengintai-intai dan memakai permusuhan kita untuk itu melumpuhkan gerakan Indonesia. Marilah kita majukan persamaan, dan laksanakan persamaan itu pada persoalan politik dan ekonomi yang kongret nyata terasa. Demikian sari pidato saya Sebelum usaha Tan Malaka mengakhiri konflik berhasil, ia telah dipaksa keluar dari Hindia Belanda, disusul kemudian para tokoh kunci PKI.

Dalam persoalan perseteruan dalam tubuh CSI, H. M. Misbach dalam Medan Moeslimin menuliskan:
Begitoe djoega sekalian kawan kita jang mengakoei dirinja sebagai seorang kommunist, akan tetapi mereka misi soeka mengeloewarkan fikiran jang bermaksoed akan melinjapkan agama Islam, itoelah saja berani mengatakan bahoewa mereka boekannya kommunist yang sedjati atau mereka beloem doedoeknja kommunist, poen sebaliknja, orang jang soeka mengakoe dirinja Islam tetapi tidak setoedjoe adanya kommunisme, saja berani mengatakan bahoewa bukan Islam sedjati, ataoe beloem mengerti betoel-betoel tentang duduknja agama Islam
Dalam situasi yang terus menghadapi teror dan para pemimpinnya banyak yang ditangkap, dibuang dan lari, PKI mengangkat Sardjono menjadi ketua dan kemudian memutuskan berontak, oleh Tan Malaka yang kala itu berkedudukan sebagai agen komintern untuk wilayah Timur Jauh telah dilarang, namun urung, pemberontakan meletus juga dan hancurlah PKI. Joseph Stalin juga melarang pemberontakan tersebut, bahkan memarahi dan menahan Musso untuk dididik ulang, namun ketika pemberontakan meletus Komintern toh memberi dukungan moral

Tan Malaka sendiri kemudian mendirikan PARI (Partai Ra`jat Indonesia) di Bangkok pada tahun 1927 dan memutuskan hubungan dengan PKI dan komintern sebagai sikap penolakan dia atas sikap Komintern yang bermusuhan dengan Pan-Islamisme karena dianggap sebagai gerakan borjuis.
Pada konggres Komintern yang ke-4 pada tahun 1922, Tan Malaka yang mewakili Indonesia, dalam pidatonya menyebutkan bahwa ia bersikeras bahwa Pan-Islamisme berarti “perjuangan nasional untuk memperoleh kebebasan . Sedangkan sikapnya terhadap Marxisme dapat kita lihat melalui tulisannya sebagai berikut:
“Menelan saja semua putusan yang diambil oleh pemikir revolusi di Rusia tahun 1917 ataupun oleh Marx pada pertengahan abad ke-19, dan melaksanakan putusan Marx dan Lenin dari tempat dan pada tempo berlainan itu di Indonesia ini dengan tiada mengupas, menguji, dan menimbang keadaan di Indonesia sendiri, berarti membebek, membeo, meniru-niru. Marxisme bukannya kaji apalan (dogma), melainkan satu petunjuk untuk aksi revolusioner. Semua bukti revolusi Indonesia dan semua kesimpulan yang menentukan siasat revolusi Indonesia mesti ditimbang sendirinya menurut satu persatu menurut nilainya masing-masing” .
Dan Darsono, seseorang yang oleh Komite Pelaksana Komintern dinilai sebagai sangat kuat sehingga diangkat menjadi wakil komintern di Jerman selama satu periode pada pertengahan tahun 1920-an. Pada akhir tahun 1930-an, agaknya terutama karena muak terhadap segala pergeseran oportunistik dalam kebijakan komintern yang menurut dia, condong kepada kepentingan-kepentingan nasional Rusia, Darsono memutuskan hubungannya dengan Komintern dan Partai Komunis Indonesia . Hal senada juga dilakukan Semaoen, dan lainnya yang muak dengan Joseph Stalin. Sementara itu garis Komintern dilanjutkan Musso dengan membentuk PKI Ilegaal di Surabaya yang mana proses penyusunan kadernya lewat Partai Koemunis Moeda, gerakan ini berhasil dihancurkan oleh dinas intelijen Belanda.

Menurut Soe Hok Gie , pada saat Jepang menyerah telah tumbuh bermacam-macam grup dalam PKI-grup Alimin/Musso yang hijrah ke Rusia, grup PKI 35, grup Digul di bawah Sardjono, grup mahasiswa di negeri Belanda dan grup-grup yang tidak tertangkap selama pendudukan Belanda dan Jepang. Mereka mempunyai tradisi kerja yang berlainan, mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dan juga membawa emosi yang beraneka warna. Semuanya mengaku tunduk pada Komintern, semuanya berkiblat ke Moskwa.

BAGIAN IV
Islamisme dan Komunisme

BERIKUT ini adalah beberapa kutipan pandangan Islamisme-Komunisme H. Misbach yang ditulisnya selama dipembuangan dan diterbitkan di Medan Moeslimin di tahun 1925 dalam artikel berseri yang berjudul Islamisme-Komunisme. Ini merupakan pemenuhan janjinya terhadap Pembaca Medan Moeslimin yang Misbach janjikan dalam artikel yang berjudul “Pamitan Saja”.
Pertama Misbach mencoba mengutarakan mengapa artikel Islamisme dan Komunisme ia tuliskan. Misbach melihat:
…..boekannja mereka menggerakan agama Islam jang sedjati, betoel mereka senantiasa menoendjoek2kan keislamanja, tetapi sebetoelnja tjoema diatas bibir sadja, akan tetapi di pilih atoeran jang di soekai olih hawa nafsoenja sadja, perintah jang tidak di soekai moedah diboewangkan sahadja tegasnja mereka melawan atau menentang perintah Toehan Allah Samioen`alim dan takoet dan tjinta kepada kehendak Saiton jang dipertaroehkan dalam Kapitalisme pada waktoe sekarang ini (La`natoe’llaah red) jang trang kejahatannya.

Begitoe djoega sekalian kawan kita jang mengakoei dirinja sebagai seorang kommunist, akan tetapi mereka misi soeka mengeloewarkan fikiran jang bermaksoed akan melinjapkan agama Islam, itoelah saja berani mengatakan bahoewa mereka boekannya kommunist yang sedjati atau mereka beloem doedoeknja kommunist, poen sebaliknja, orang jang soeka mengakoe dirinja Islam tetapi tidak setoedjoe adanya kommunisme, saja berani mengatakan bahoewa bukan Islam sedjati, ataoe beloem mengerti betoel-betoel tentang duduknja agama Islam….
Dari pernyataan diatas ada dua hal yang dapat diurai, yang pertama, bagaimana Misbach memandang kejahatan Kapitalisme. Kedua, bagaimana hubungan antara Islam dan Komunisme. Pada kongres PKI/SI Merah di Bandung dan Sukabumi pada awal Maret 1923, dilaporkan Misbach mengatakan:
Dengan mendasarkan pada Quran, pembicara itu berpendapat bahwa ada beberapa hal yang bersesuaian antara ajaran Qur`an dan Komunisme. Misalnya Quran menetapkan bahwa merupakan kewajiban setiap muslim untuk mengakui hak asasi manusia dan pokok ini juga ada dalam prinsip-prinsip progam komunis.
Selanjutnya adalah perintah Tuhan bahwa (kita) harus berjuang melawan penindasan dan penghisapan. Ini juga salah satu sasaran komunisme .

Dan secara lebih rinci, dalam artikel-artikel yang dikirim pada waktu pembuangannya, Misbach menuliskan:
Pada zaman doeloe kala sebeloem toewan Karl Marz masoek dalam lapang gerakan ra`jat, di doenia beloem ada perkataan dan bahasa “Kommunist”.akan tetapi tindasan2 dan fitnahan jang meradja rela di atas boemi ini telah berhamboer2an, fitnah mana jalah jang timbolnja dari kaoem Fiodol (kaoem bangsawan….of ningrat) dan kaoem kapital, akan tetapi ra`jat misi tertoetoep fikirannja, tidak mengarti betoel-betoel sebab2 jang menimboelkan kasengsaraan dalam ini doenia, hanja sadja manoesia soedah memberasa tertindas dan membikin perlawanan, tetapi perlawanan pada waktoe itoe beloem dapat mengetaoei organisasi jang betoel2 sebab soenggoeh soenggoeh akan pehak jang mendjadi sebabnja membikin roesak pada doenia
Waktoe toewan Karl Marz memegang pimpinan jurnalis beliau memperhatikan betoel-betoel akan nasibnja ra`jat, beliau ketarik sekali pada adanja soeal2 tentang Economie dan doedoeknja kaoem miskin; dari itu toean Karl Marz dapat tahoe dengan terang pokok atoe soember2 jang menimboelkan kekaloetan doenia. Sebab atau soember kekaloetan itoe sebagai berikut.

1. Doenia kamiskinan di sebabkan adanja Kapitalisme jalah adanja ilmoe mentjahari kehoentoengan bersama hanja mendjadi hak miliknja (kepoenjaanja) sedikit orang, Kamiskinan sebab adanja isapan dan tindasan jang keloear dari kapitalisme. Manoesia jang miskin mendjadi roesak badanja, dan moedah dihinggapi roepa-roepa penjakit jang toemboeh dari badanja. Manoesia jang telah mendjadi miskin tersia-sia hidoepnja sebab tidak mempoenjai roemah pakaian dan makanan jang mentjoekoepi sebenar2nja setjara manoesia jang soedah terlalu roesak semaoenja mereka bergelandangan mondar-mandir di tengah-tengah djalan, bertempat tinggal di pasar-pasar, di bawah pohonan, bahwa djembatan dan l.s. Kedjadian djoega mereka jang terlaloe miskin (kere) jang ta` mendapat pertolongan lantas di pegang olih politie lalu di masoekan ke dalam boei jang seteroesnja bekerdja paksa 14 hari lamanja, karena mereka ta` mempoenjai tempat tinggal jang tetap.

Mereka jang miskin ada djoega jang laloe timboel kedjahatan, seperti: menipoe, mentjoeri, membegal, merampok dan l.l.s. Orang2 perampoewan laloe banjak mendesak dan medjoewal kahoermatanja, jalah mendjadi pelatjoeran (soendel) dan l.l.s
Timboelnja semoea itoe soekar sekali ditolong, ketjoewali kalau kapitalisme dilinjapkan dari doenia
Keadaan jang terseboet itu sebabnja mereka ta` mempoenjai penghidoepan dan mentjaharinja ta` dapat djoega
Didoenia ini di adakan boei dan politie oentoek mendjaga djangan sampai ada kedjahatan dan lain sebagainja, akan tetapi ichtiar itoe tida berhasil, tandanja lama doenia ada boei dan politie tela makin disoesoet tetapi senantiasa tambah-tambah.
Koeboerlah Kapitalisme

2. manoesia dalam zaman kapitalisme mendjadi roesak moralnja (boedinja) atau humaniteitsgevoel (kemanoesiannja) walaupoen mereka mereka mendapat pengadjaran jang tinggi. Sebab keroesaannja moedah sekali di permain-mainkan olih kapitalisme oentoek perkakasnja, apa-apa jang diperintahkan olih kapitalisme kepada mereka, mereka lantas merasa wadjib mendjalaninja maskipoen perentah itoe membikin hina dan tjelaka kepada dirinja. Boekti jang terang di Eropa bermilioenan manoesia djiwanja melajang sebab di boeat permainan olih kapitalisme jang senantiasa concurentie goena meloeaskan kemoerkaannja jang tida berbatas itoe, kemoerkaan mana mereka mereboet Economie dan beberapa indoestri fabrik-fabrik jang menghasilkan barang2 bermatjam-matjam seperti barang goena kaperloean pakaian, roemah tangga dan alat-alat jang lain jang mendjadi kaperloean dan kasenangan manoesia dan sebagainja.

Melanjutkan tulisannya, kemudian yang ketiga bagi Misbach, untuk menerangkan bahwa Kapitalisme penyebab kekalutan didunia dan mengapa harus dilawan adalah karena:
Kaoem modal itoe jang mendjadi tjita-tjitanja hanja menambahkan keoentoenganja dengan tidak mengingat beriboe-beriboe orang lain mendjadi sengsara, dari itoe segenap waktoe, segenap tenaganja kaoem boeroeh terpaksa di habiskan oentoek mentjaharikan kaoentoengannja kaoem modal sebab terikat olih peratoerannnja kaoem modal
Kaoem modal memeras kaoem boeroehnja tida memandang bangsa dan agama dan tida ambil posing wet-wet agama jang moesti didjalani orang-orang jang beragama…Kaoem-kaoem boeroeh di mana sadja selain mereka soedah mengorbankan tenaganja, fikirannja…enz, poen mengorbankan agamanja diroesak djoega olih kapitalisme
Bagi Misbach bahwa Karl Marx, “bisa memboesoekan dengan historische materialisme” . Dengan mencoba menggunakan materialisme historis tersebut Misbach melihat bahwa komunisme lahir dari tubuh penindasan Kapitalisme itu sendiri, namun lahir untuk merobohkannya sehingga disebut sebagai hantu.

“Adapoen kommunisme di seboet orang “hantoe atau memedi” ja`ni jang menakoeti. Pendapatan begitoe soedah semoestinja, karena kita bisa menjatakan sendiri apabila kita menanam kebaikan itoe akan memoengoet kebaikan djoega, kalau kita menanam kaboesoekan (menindes, memeres, menghina…) poen akan merasakan boeahnja jaitoe perlawanan”

Artikel terakhir dari Misbach sebelum ia meninggal dunia diberi judul “Nasehat”, dituliskan pada awal tahun 1926 dan diterbitkan di Medan Moeslimin 1 April 1926, tulisan ini merupakan pandangan singkat tentang Islamisme dan Komunisme.
Hai saudara2 ketahoelah!, saja saorang jang mengakoe setia pada Igama dan djoega masoek dalam lapang pergerakan komunist, dan saja mengakoe bahoea tambah terbukanja fikiran saja dilapang kebenaran atas perintah Agama Islam itoe, tidak lain jalah dari sesoedah saja mempeladjari ilmoe kommunisme, hingga sekarang saja berani mengatakan djoega, bahoea kaloetnja kasalamatan doenia ini, tidak lain hanja dari djahanam kapitalisme dan imperialisme jang berboedi boeas itoe sadja, boekanja kasalamatan dan kemerdekaan kita hidoep dalam doenia in sadja, hingga kepertjajaan kita hal Igama poen beroesak djoega olihnja.
Sesoedah saja mendapat pengetahoean jang demiian itoe, dalam hati saja selaloe berfikir-fikir tentang berhoeboenganja dengan fatsal igama, sebab saja ada rasa bahoea ilmoe kommunist soeatoe pendapetan jang baroe, saja ada fikir, hingga rasa dalam hati berani menentoekan, bahoea perintah dalam agama moesti menerangkan djoega sebagaimana atoeran2 kommunisten
Hingga kita senantiasa memaham artikel-artikel dari perintah toehan jang telah tertoelis dalam boekoe alqoeran, dapatlah kita beberapa ajat jang terhadap kepada ilmoe kommunis, hal jang demikian ini hingga lantas bisa menambahi penerangan dalam hati saja.

Dari dalamnja rasa hati saja lantaran tertarik hal penerangan terseboet, hingga sampai mendjatoehkan air mata kita, keloernja airmata kita itoe lantas bisa menambahkan ketakoetan kita kepada toehan, jang lantas bisa mengganti fikiran baroe dari fikiran jang telah kita djalankan selama-lamanja, tentang perboetan kita jang sama terhanggap berdasar igama jang laloe, djaoeh sekali dari pada penoendjoek igama jang hak (sedjati).
Igama berdasar sama rata dan sama rasa, takloek kepada Toehan jang maha koewasa hak persamaan oentoek segenap manoesia dalam doenia tentang setjara pergaoelan hidoep, tinggi dan hinanja manoesia hanja tergantoeng atas boedi kemanoesiannja, adapoen boedi itoe terbagi ada tiga bagaian, jalah:
1. boedi kamenoesiaan,
2. boedi binatang
3. boedi sjetan

Boedi kamenoesiaan itoe jalah jang berdasar mempoenjai perasaan kesalamatan oemoem
Boedi binatang itoe jang hanja mengedjar kasalamatan dan kasenangan diri sendiri, terotama dengan koelawarga anak tjoetjoenja sadja sedikitpoen tidak soeka memikirkan lain orang
Boedi sjetan itoe jang selaloe memperboeat membikin roesak manoesia, lebih tegas meroesakan kesalamatan oemoem
Hai sekalian kawan-kawan kita, bahoea kita akan masoek dalam lapang pergerakan itoe, haroeslah kita dengan berasas igama jang hak, agar soepaja djangan sampai kita mendapet roegi dalam djaman perlawanan ini, oentoeng dalam kemenangan atoe oentoeng dalam acherat, koerbankanlah harta benda, dan djiwamoe, oentoek mengedjar kabenaran dan keadilan tentang pergaoelan hidoep kita dalam doenia ini.

Manoesia diwadjibkan berboeat kabenaran dan keadilan itoe, hanja waktoe hidoep dalam doenia sadja, perboetan mana jang kita perboeat dalam doenia ini, di hari kemoedian (hari kiamat) akan diperiksa oleh Toehan dan didjalankan dengan keadilan jang sempoerna di sitoelah nanti kita akan mengetahoei dan merasakan djoega, kesoesahan atau kenikmatan jang didalam doenia djaoeh perbandingannja, menoeroet apa jang kita perboeat dalam doenia ini
Kewadjiban igama tidak hanja seperti oerang jang sama mengakoei berigama Islam jang sama lakoekan sebagian besar jang menampak di mata kita sekarang ini, jaitoe djaoeh dari perkara oeroesan poelitiek dan tidak soeka mengatoer balatentara oentoek melinjapkan menoeloeng sjetan jang semata-mata menoendjoekan kaboeasannja oentoek meroesak keselamatan doenia itoe .

BAGIAN V
Majulah Pergerakan Rakyat
JIKA kita mencoba berkaca pada-yang oleh banyak orang disebut sebagai-perkembangan pemikiran Islam di Indonesia, yang meliputi; Tradisionalis, Modernis, Neo Modernis dan Tranformis, maka sesungguhnya kita melupakan atau menafikan pemikiran alternatif yang dikembangkan H. Misbach, mauapun Sarekat Islam Merah yang terbukti mampu menyusun praksis perlawananan yang didasar pada emansispasi massa. Yang berarti Islam tidak hanya ruh atas perlawanan, namun juga mampu mengorganisir perlawanan jika disertai pengetahuan dan sejarah yang mampu membongkar realita masyarakat..
Dalam konteks tersebut, sesungguhnya jauh hari mendahului revolusi Islam Iran, Teologi pembebasan, maupun gagasan tentang Kiri Islam dan Transformisme dalam tubuh Islam dalam khasanah kontemporer. Bahkan seringkali pelupaan kita atas sejarah pergerakan rakyat Indonesia, akhirnya dalam konteks perjuangan melawan Imperialisme, kita menjadikan revolusi Iran sebagai awalan kebangkitan dan referensi tunggal, padahal jauh hari dari itu pemberontakan petani yang cukup besar di Banten pada tahun 1888, sudah memainkan gagasan Islam tentang perlawanan, Sarekat Islam telah menggariskan perjuangan melawan Zondig Kapitalisme, dan masih banyak lainnya.

Makna dari itu semua adalah supaya kita tidak terjebak pada pemikiran Timur Tengah yang tersusun berdasarkan kondisi obyektif dan subyektif sana, karena setiap pemikiran haruslah mampu memenuhi kondisi obyektif sepetempat sehingga dapat membumi.dan berurat akar kebawah yang mampu mendorong emansipasi massa. Dalam sebuah perjuangan nasional apabila semata-mata hanya terjebak pada pemahaman tentang kondisi internasional maka ideologinya yang revolusioner justru yang akan muncul hanya gagasan reaksioner.
“REVOLUSI ADALAH PRAKTEK. Tugas pergerakan adalah menyusun penjelasan sistematis tentang revolusi sebagai tindakan melangsungkan pembebasan. Untuk kelas tertindas oleh kelas tertindas dan dalam konteks ketertindasan masing-masing, itulah paragraf pembukaan revolusi bukan dalam pengertian sebagai ritus pemberhalaan sejarah para ideolog atau politikus besar yang telah MEMBACAKAN DIRI di hadapan ingatan pengetahuan manusia modern. Sejarah itu nyata adanya. Teori revolusi yang tidak disusun dari dan sebagai praksis perjuangan adalah cerita yang hanya layak didengar dan mungkin malah akan menidurkan kembali kesadaran masyarakat dan bangsa-bangsa tertindas-terjajah justru ketika mereka berada pada masa-masa kebangkitannya. Membongkar penindasan-penjajahan modern dan lapis-lapis ideologi yang menyelimuti adalah masa depan perjuangan kerakyatan di Indonesia .”

Daftar Pustaka
Bachtiar Surin, Terjemahan & Tafsir Al-Qur`an 30 Juz Huruf Arab dan Latin, Fa. Sumatra, Bandung, 1978
Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Manifesto Politik Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Jakarta, 2000
Kahin, George Mc Turnan, Nationalism and Revolution in Indonesia, Cornel University Press, 1952, Terjemahan: Nin Bakdi Soemanto Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik, Nasionalisme dan Revolusi Indonesia, UNS Press & Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995
Pramoedya Ananta Toer, Sebuah Roman Sejarah, Rumah Kaca, Hasta Mitra, Jakarta, 1988
Shiraishi, Takashi, An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912-1926, Cornell University Press, New York 1990, Terjemahan: Hilmar Farid, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa, 1912-1926, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1997
Soe Hok Gie, Dibawah Lentera Merah, Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920, Frantz Fanon Foundation, Jakarta, 1990
—–, Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan, Kisah Pemberontakan Madiun September 1948, Bentang, Yogyakarta, 1997
Makalah/Artikel
Gunawan, Merebut Alat Produksi Pengetahuan, Membangun Komunikasi Antara Pergerakan dan Massa, di sampaikan pada OSPEK STAIN Kediri 20 Agustus 2000, Yogyakarta, 11 Agustus 2000
—–, Islamisme-Komunisme dalam Perspektif Sarekat Islam Merah dan Terbentuknya PKI (Partai Komunis Indonesia), Tugas Matakuliah Sistem Politik Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2000
—– Kaum Komunis Indonesia dan Komintern, Melacak Terbentuknya Sebuah Hubungan Internasional, Tugas Matakuliah Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, —–
Mansyur Surya Negara, H. Misbach Terbelenggu Palu Arit, Panji Masyarakat N0. 452
M. Zaki Mubarok, Marxisme-Religius, Pemikiran dan Revolusi dalam SI-Merah Solo, Gerbang, Jurnal Pemikiran Agama dan Demokrasi, Edisi 02, Th. II, April-Juni 1999
Oshikawa, Noriaki, Tan Malaka, Berpikir Tentang Nasib Gagasan Politik, Suplemen Kompas Menuju Milenium III, Kompas, Sabtu, 1 Januari 2000

Saya telah menyaksikan
bagaimana keadilan dikalahkan
oleh para penguasa
dengan gaya anggun
dan sikap yang gagah
Tanpa ada ungkapan kekejaman
diwajah mereka.
Dengan bahasa yang rapi
mereka keluarkan keputusan-keputusan
yang tidak adil terhadap rakyat
Serta dengan budi bahasa yang halus
mereka saling membagi keuntungan
yang mereka dapat dari rakyat
yang kehilangan tanah dan ternaknya.
Ya, semuanya dilakukan
sebagai suatu kewajaran.
….
Keadaan ini dulu sudah saya alami.
Apakah orang seperti saya harus dilanda
oleh sejarah?
Tetapi ingat:
sementara sejarah selalu melahirkan
masalah ketidakadilan,
tetapi ia juga selalu melahirkan
orang seperti saya.
Menyadari hal ini
tidak lagi saya merasa sia-sia atau tidak sia-sia
Tuan-tuan, para penguasa di dunia
kita sama-sama memahami sejarah
senang atau tidak senang
ternyata tuan-tuan tidak bisa meniadakan saya
…..
Rendra
Demi Orang-orang Rangkas Bitung